Kamis, 05 Januari 2012

PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN BERBASIS MASALAH DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA

Abstrak
Kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika masih rendah dan belum memuaskan. Proses pembelajaran yang tidak tepat. Pembelajaran yang hanya menekankan pada tuntutan pencapaian kurikulum tanpa mengembangkan kemampuan belajar siswa. Model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan berbasis masalah terhadap kemampuan mahasiswa dalam pemecahan masalah matematika dapat diterapkan sebagai salah satu solusi penyelesaian meningkatkan kemampuan matematika.
Kata kunci : pembelajaran kooperatif, berbasis masalah

A.  Pendahuluan
Pembelajaran metode numeric merupakan salah stu mata kuliah yang diberikan di LPTK. Materi metode numeric  merupakan materi/persoalan yang melibatkan model matematika banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering), seperti teknik sipil, teknik mesin, elektro, dan sebagainya. Seringkali model matematika tersebut muncul dalam bentuk yang tidak ideal alias rumit. Model matematika yang rumit ini adakalanya tidak dapat diselesaikan dengan metode analitik yang sudah umum untuk mendapatkan solusi sejatinya (exact solution). Yang dimaksud dengan metode analitik adalah metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus aljabar yang sudah baku (lazim). Proses penyelesaian tersebut membutuhkan kemampuan yang tinggi agar dapat memahami konsep yang ada pada mata kuliah metode numeric.
Pada kenyataannya sampai saat ini tidak sedikit mahasiswa yang gagal dalam mengikuti mata kuliah tersebut. Hasil studi tiap semesternya menunjukkan hanya sebesar 15 % setiap tahun mahasiswa yang memperoleh nilai baik, selebihnya mendapat nilai cukup atau gagal. Jika ditinjau dari segi objek metode numerik itu sendiri yang merupakan objek abstrak dan banyak menerapkan algoritma atau perhitungan adalah wajar permasalahan itu terjadi. Apalagi jika kemampuan mahasiswa berinteraksi atau berkomunikasi secara matematis sangat kurang ataupun mahasiswa cenderung diam pada waktu perkuliahan dan diskusi. Sedangkan dari segi penyampaian materi, selama ini hanya menggunakan pengajaran yang searah, yakni dosen memberi kuliah sedangkan mahasiswa hanya menerima dengan pasif, di samping pemberian tugas-tugas yang sifatnya rutin sehingga kurang melatih daya nalar.
Untuk mengatasi masalah di atas, perlu diusahakan perbaikan pembelajaran mahasiswa dengan lebih memfokuskan pada pembelajaran yang mengaktifkan mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Proses pembelajaran yang dipilih dalam hal ini adalah pembelajaran kooperatif dalam kelompok kecil, diskusi kelompok dalam kelas, serta pendekatan berbasis masalah terhadap kemampuan mahasiswa dalam pemecaham masalah matematika dalam hal ini metode numerik. Dalam hal ini pendekatan berbasis masalah yang dipilih disebabkan mahasiswa mengerjakan permasalahan yang otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan kemampuan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri (Arends, dalam trianto, 2007 :68). Pembelajaran seperti ini dapat menjadi pendekatan yang efektif untuk pembelajaran proses berpikir tingkat tinggi seperti kemampuan pemecahan masalah matematika. Dalam pembelajaran ini, mahasiswa dibantu memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusunnya menjadi pengetahuan mereka sendiri.
Permasalahan
Bagaimana prestasi belajar mahasiswa setelah diberi tindakan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif dalam mata kuliah metode numerik dengan menggunakan pendekatan berbasis masalah.
 B. Pembelajaran Kooperatif
 Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan dan mendorong kerjasama antar mahasiswa dalam mempelajari sesuatu (Woolfolk & Nicolich, 1984). Hasil-hasil penelitian mengenai efek pembelajaran kooperatif umumnya menunjukkan temuan yang positif. Reviu yang dilakukan Slavin (1983) terhadap 68 penelitian mengenai pembelajaran kooperatif menunjukkan 72 % siswa memiliki hasil belajar yang lebih tinggi disbanding kelompok kontrol dalam penelitian tersebut. Menurutnya, tingginya hasil penelitian tersebut dimungkinkan karena adanya iklim saling mendorong untuk sukses dalam kelompok. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, siswa ataupun mahasiswa dapat mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesamanya yang sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan dalam usaha meningkatkan aktivitas bersama sejumlah siswa dalam suatu kelompok selama proses belajar mengajar. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu berpikir, memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan, serta saling memberitahukan pengetahuan, konsep, dan ketrampilan tersebut. Dalam aktivitas ini siswa merasa senang menyumbangkan pengetahuannya kepada anggota lain dalam kelompok. Siswa diharapkan mampu belajar merefleksi terhadap proses pemikiran mereka sendiri dan membuat hubungan antara pengalaman mereka dalam diskusi kelompok, diskusi antar anggota dalam satu kelompok dalam membangun pengetahuan tentang materi maupun pemecahan masalah.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme. Pendekatan-pendekatan konstruktivisme untuk mengajar secara khusus membuat penggunaan pembelajaran kooperatif menjadi luas, berdasarkan teori tersebut, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sukar jika mereka membicarakan dengan yang lain.
Arends (1997) mengemukakan bahwa belajar kooperatif dapat saling menguntungkan antar siswa yang berprestasi rendah dengan siswa yang berprestasi tinggi yang bekerja bersama-sama dalam tugas akademik. Siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor siswa yang lemah, dengan demikian kemampuan siswa yang berkemampuan tinggi akan lebih berkembang ketika memberikan informasikepada temannya, sedangkan siswa yang lemah mendapat masukan dari siswa yang berkemampuan tinggi.
Lundgren (1994) mengemukakan beberapa unsur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut. 1) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama, 2) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, di samping tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang diberikan, 3) para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, 4) para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab sama besarnya untuk setiap anggota kelompok, 5) para siswa berbagi kepemimpinan
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PBM)
Arends (2001:349) mengemukakan, ada 5 ciri utama pembelajaran berdasarkan masalah yaitu pengajuan permasalan atau pertanyaan, keterkaitannya dengan disiplin ilmu lain, penyelidikan yang autentik, menghasilkan dan memamerkan hasil karya, dan kolaborasi. Cirri-ciri tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Slavin (1994) dan Arends (1997) mengemukakan, situasi permasalahan yang baik sedikitnya memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Autentik, yaitu masalah harus berkaitan dengan pengalaman dunia nyata siswa dari pada prinsip-prinsip disiplin akademik tertentu. 2) misteri, yaitu masalah yang diajukan bersifat misteri atau teka-teki. Masalah tersebut sebaiknya memberikan tantangan dan tidak hanya mempunyai jawaban sederhana, serta memerlukan alternatif pemecahan. 3)Bermakna, yaitu masalah yang diberikan hendaknya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual siswa. 4) Luas, yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, sehingga memungkinkan mencapai tujuan pembelajaran, artinya masalah tersebut sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang dirancang didasarkan pada tujuan pembelajaran yang ditetapkan. 5) Bermanfaat, yaitu masalah yang bermanfaat adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan memungkinkan siswa merasakan kebergunaan matematika serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
2. keterkaitan dengan Disiplin Ilmu Lain
Dalam pembelajaran berdasarkan masalah, sebaiknya masalah yang diajukan kepada siswa, terkait dan melibatkan berbagai disiplin ilmu yang lain. Pemecahan masalah dunia nyata sering melibatkan berbagai konsep dan prinsip ilmu secara terintegratif. Guru dituntut untuk dapat merancang suatu masalah, sedemikian sehingga melalui pemecahan masalah tersebut, siswa menemukan berbagai ketrampilan dan memungkinkan berbagai tujuan pembelajaran yang ditetapkan.
3. Penyelidikan yang Autentik
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan dengan pemecahan masalah autentik. Guru memotivasi siswa melakukan penyelidikan untuk menemukan pemecahan masalah autentik yang  diajukan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung kepada masalah yang sedang diselesaikan. Siswa memahami dan menganalisis masalah, mengembangkan dan membuat hipotesis, mengkoordinasi pengetahuan yang dimiliki untukmenemukan hubungan-hubungan dan aturan yang diperlukan dalam pemecahan masalah, melaksanakan eksperimen, membuat kesimpulan, dan menampilkan hasil kerja.
4. mempresentasikan hasil kerja
Siswa bertugas menyusun hasil pemecahan masalah dalam bentuk laporan (karya tulis atau hasil pemecahan masalah) dan mempresentasikan hasil kerjanya di depan kelas, selanjutnya kelompok lain memberikan tanggapan atau kritikan. Guru bertugas mengarahkan dan member petunjuk kepada siswa agar aktivitas siswa lebih efektif. Dalam hal ini, siswa atau kelompok dimungkinkan memilliki hasil pemecahan masalah yang berbeda dengan kelompok lain. Guru harus meresspon berbagai hasil pemikiran siswa atau kelompok dan member jawaban yang belum sesuai dengan yang diinginkan. Siswa diberi kesempatan menjelaskan hasil pemikirannya pada kelompok lain dan guru menjembatani berbagai hasil pemikiran yang berbeda diantara siswa atau kelompok.
5. Kolaborasi
Pada pembelajaran berdasarkan masalah, siswa dituntut menyelesaikan tugas-tugas belajar berupa pemecahan masalah secara bersama-sama anatar siswa dengan teman-temannya, dan berkonsultasi dengan guru ketiks mengalami kesulitan. Guru mengkondisikan lingkunganbelajar, agar siswa dapat saling berinteraksi dengan temannya dalam memecahkan masalah.
Menurut Arends (1997 : 161), pengelolaan pembelajaran berdasarkan masalah mengikuti 5 langkah pokok yaitu : 1) mengorientasikan siswa pada masalah, 2) mengorganisasi siswa belajar, 3)memberikan bantuan menyelidiki, menganalisis secara mandiri atau kelompok, 4)mengembangkan dan menampilkan hasil kerja 5) menganalisa dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Kemampuan pemecahan masalah matematika adalah kemampuan yang dimiliki mahasiswa untuk dapat memahami masalah, merencanakan penyelesaian masalah, melaksanakan rencana dan memeriksa proses dan hasil dari suatu masalah atau persoalan matematika yang diberikan. Pada table 1, skor tertinggi yang dicapai mahasiswa setelah diberi perlakuan pada kelompok eksperimen dalaha 54, dan skor terendahnya adalah 15. Pada kelompok control, keadaan setelah diberi perlakuan berbeda dengan kelompok eksperimen. Skor tertinggi yang dicapai mahasiswa dalam pemecahan masalah matematika adalah 48, dan skor terendahnya adalah 10.
Tabel 1. Deskripsi kemampuan memecahkan masalah matematika
statistik
eksperimen
kontrol
Sebelum
sesudah
sebelum
sesudah
Rata-rata
5,23
35,27
3,75
25,64
Standar Deviasi
6,269
10,92
4,33
9,44
Skor Tertinggi
27
54
15
48
Skor Terendah
0
15
0
10
N
42
41

Selain itu, pada table 1 di atas juga tampak bahwa rata-rata skor yang dapat dicapai siswa kelompok eksperimen pada tes kemampuan memecahkan masalah metode numerik adalah 35,27 dengan simpangan baku sebesar 10,92. Pada kelompok kontrol rata-rata skor yang dicapai adalah 25,64 dengan simpangan baku 9,44.
Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika mahasiswa setelah dilakukan eksperimen disajikan pada table 2. Pada table tersebut tampak bahwa baik pada kelompok eksperimen maupun kelas kontrol peningkatan kemampuan pemecahan masalah termasuk dalam kategori sedang, meskipun kedua kelompok tersebut memiliki kategori yang sama, namun  dari rata-rata indeks gained tampak bahwa peningkatan yang lebih tinggi yang terjadi pada kelompok mahasiswa pada kelas eksperimen.
Tabel 2. Ringkasan Indeks Gained kelompok Eksperimen dan Kontrol
Kelompok
Rata-rata indeks Gained
Keterangan
Eksperimen
0,53
Sedang
Kontrol
0,36
Sedang

Dari hasil penelitian yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa secara umum ada peningkatan prestasi atau kemampuan yang signifikan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan berbasis masalah terhadap kemampuan mahasiswa dalam pemecahan masalah matematika dibandingkan pembelajaran yang konvensional. Hasil penelitian yang ditunjukkan oleh deskripsi hasil tes akhir menunjukkan ada perbedaan rata-rata sebesar 9,63 antara kelompok mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Begitu pula hasil pengujian kesamaan dua rata-rata antara mahasiswa kelas eksperimen dan kelas kontrol juga menunjukkan perbedaan yang signifikan. Adanya perbedaan ini lebih disebabkn adanya kerja/belajar kelompok yang terstruktur, dalam bentuk ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerjasama, dan proses kelompok yang menjadi cirri khas pembelajaran kooperatif (Slavin, 1983)
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika yang mendapat pembelajaran kooperatif dengan pendekatan berbasis masalah lebih baik dari pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan reviu yang dilakukan oleh Slavin(1983) terhadap 68 penelitian mengenai pembelajaran kooperatif. Reviu itu menunjukkan bahwa 72% siswa memiliki hasil belajar yang lebih tinggi disbanding dengan kelompok kontrol dalam penelitian tersebut. Menurutnya, tingginya hasil tersebut dimungkinkan karena adanya iklim saling mendorong untuk sukses dalam kelompok.
D. kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Kemampuan pemecahan masalah matematika kelompok mahasiswa yang diberi pembelajaran kooperatif dengan pendekatan berbasis masalah lebih baik daripada kelompok konvensional. Kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika juga lebih baik mahasiswa yang dilakukan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan berbasis masalah dibandingkan mahasiswa yang tidak dilakukan pembelajarn kooperatif.
Saran
Pembelajaran yang dilakukan hendaknya orientasi materi dan soal-soal latihan dan tes lebih banyak dari realitas kehidupan mahasiswa sehari-hari sehingga mahasiswa dalam belajar lebih mengena dan pembelajaran yang dilakukan lebih berarti.

DAFTAR PUSTAKA
Aderson, J.R.1980. Cognitive Psychologi and its implication. New York : W. H. Freeman and company.
Arends, R.I., Wenitzky, N.E. & Tannenboum, M.D.2001. Exploring teaching : An Introduction to education. New York: Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Arend, Richard I. 1997. Classroom Instruction and Managemen. New York : Mc Graw-Hill Companies, Inc.
Slavin, Robert, E. 1994. Eductional psychology, theories, and practice. Fourth Edition. Masschusetts: A Sourcebook of Aids. Activities and strategies. New Jersey: Englewood Cliffs.
Steffe, L.P.eds.1996. Theories of Mathematics. Auckland : Penguin Books.
Suherman, Erman.1994. Evaluasi proses dan hasil belajar matematika. Jakarta: Depdikbud

1 komentar:

  1. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan bersama. siswa yakin bahwa tujuan mereka akan tercapai jika dan hanya jika siswa lainnya juga mencapai tujuan tersebut. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Metode pembelajaran kooperatif learning mempunyai manfaat-manfaat yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keuntungannya antara lain: mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan belajar dari siswa lain; mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya; dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini

    BalasHapus