Kamis, 05 Januari 2012

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA- SAINS TERPADU BERORIENTASI PEMECAHAN MASALAH OPEN-ENDED ARGUMENTATIF DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP , KETERAMPILAN BERPIKIR DIVERGEN DAN PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas  Model Pembelajaran Matematika Sains Terpadu Beorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif dalam meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir divergen, dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang dilakukan di enam Sekolah Menengah Pertama di Provinsi Bali. Subjek penelitian terdiri atas 220 siswa kelas eksperimen dan 215 siswa kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model dan Sistem Asesmen Pembelajaran Matematika Sains Terpadu Berientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif lebih efektif dari model pembelajaran reguler dalam hal meningkatkan kemampuan siswa dalam pemahaman konsep, berpikir divergen, dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah.

Kata Kunci : pemecahan masalah, open-ended argumentatif, penguasaan konsep, berpikir divergen, dan pemecahan masalah.




ABSTRACT

The objective of this study was to verify the effectiveness of open-ended argumentative in integrated mathematic-science learning model in order to improve concept achievement, divergent thinking skill, and developing student’s problem-solving ability. The type of this study is quasi experiment research that conducted at junior high school in Bali Province. The subjects consist of 220 student of research class and 215 student of control class.  The result of this study indicates that open-ended argumentative in integrated mathematic-science learning model is better than regular model in order to  improve concept achievement, divergent thinking skill,  and developing student’s problem-solving ability.

Key word : open-ended argumentative problem, concept achievement, divergent thinking, problem solving ability.



1. Pendahuluan
Matematika  secara esensial merupakan proses berpikir yang melibatkan  konstruksi dan menerapkan abstraksi, serta menghubungkan jaringan ide-ide  secara logis (Rutherford, 1989). Ide-ide tersebut seringkali muncul dari kebutuhan dalam pemecahan masalah-masalah sains, teknologi, dan kehidupan sehari-hari. Terdapat hubungan yang sangat erat antara matematika dan sains. Sains menyediakan masalah-masalah yang perlu diselidiki dan dianalisis dengan matematika, sementara itu matematika menyediakan alat  yang berguna dalam menganalisis data. Seringkali  pola-pola abstrak yang dipelajari dalam matematika  sangat berguna dalam sains.   Sains dan matematika keduanya mencoba untuk menemukan pola dan hubungan-hubungan umum. Kebermaknaan konsep-konsep matematika tampak jelas ketika digunakan dalam memecahkan masalah sains, teknologi dan kehidupan sehari-hari (Rutherford, 1989). Mengingat hal ini maka dalam pembelajaran matematika di sekolah, guru harus mengaitkan pelajaran matematika dengan mata pelajaran lainnya, teknologi, dan kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran matematika selama ini merupakan pelajaran yang berdiri sendiri (terpisah dari mata pelajaran lainnya). Pembelajaran matematika di sekolah sangat teoretik dan mekanistik (Sudiarta, dkk, 2005). Pembelajaran matematika hanya menekankan pada teori dan konsep-konsep matematika tanpa disertai dengan penerapannya pada berbagai bidang yang lain seperti ekonomi, sains, teknologi, dan kehidupan sehari-hari. Pembelajaran yang demikian menyebabkan siswa tidak mengetahui untuk apa mereka belajar matematika. Dengan kata lain pelajaran matematika dirasakan kurang bermakna bagi kehidupannya. Tidak jarang hal ini menyebabkan kurangnya minat siswa terhadap matematika. Untuk membuat pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa, maka pengintegrasian mata pelajaran matematika dengan mata pelajaran yang lain merupakan hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan mengembangkan pembelajaran matematika dan sains terpadu. 
            Dalam praktik, pembelajaran matematika biasanya dimulai dengan penjelasan konsep-konsep disertai dengan contoh-contoh, dilanjutkan dengan latihan soal-soal. Pendekatan pembelajaran ini didominasi oleh penyajian masalah matematika dalam bentuk tertutup (closed problem atau highly structured problem) yaitu permasalahan matematika yang dirumuskan sedemikan rupa, sehingga hanya memiliki satu jawaban yang benar dengan satu pemecahanannya. Di samping itu, permasalahan tertutup ini biasanya disajikan secara terstruktur dan eksplisit, mulai dengan yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan konsep apa yang digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ide-ide, konsep-konsep dan pola hubungan matematika serta strategi, teknik dan algoritma pemecahan masalah diberikan secara eksplisit, sehingga siswa dengan mudah dapat menebak solusinya. Pendekatan pembelajaran seperti ini cenderung hanya melatih keterampilan dasar matematika (mathematical basic skill) secara terbatas dan terisolasi (Sudiarta,dkk,  2005).
            Di samping bersifat tertutup, soal-soal yang disajikan pada kebanyakan buku juga tidak mengaitkan matematika dengan konteks kehidupan siswa sehari-hari, sehingga pengajaran matematika menjadi jauh dari kehidupan siswa. Dengan kata lain, pelajaran matematika menjadi kurang bermakna. Kekurangbermaknaan pelajaran matematika bagi siswa dapat diduga sebagai penyebab rendahnya minat dan prestasi belajar matematika siswa.
   Menyikapi kenyataan ini, perlu dilakukan reorientasi pembelajaran matematika dari yang hanya melatih keterampilan dasar matematika secara terbatas dan terisolasi menjadi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat membangun dan mengembangkan ide-ide dan pemahaman konsep matematika secara luas dan mendalam, memahami keterkaitan matematika dengan bidang ilmu lainnya, serta mampu menerapkan pada berbagai persroalan hidup dan kehidupan. Reorientasi ini dilakukan untuk mengembangkan kompetensi matematika siswa antara lain (1) menginvestigasi dan memecahkan masalah (problem possing and problem solving), (2) berargumentasi dan berkomunikasi secara matematik (mathematical reasoning and communication), (3) melakukan penemuan kembali (reinvention) dan membangun (construction) konsep matematika secara mandiri, (4) berpikir inovatif dan kreatif, yang melibatkan, instuisi, penemuan (discovery), prediksi (prediction), dan generalisasi (generalization) melalui pemikiran divergen dan orisinal, (5) memahami hubungan matematika dengan bidang-bidang ilmu lainnya, (6) menerapkan konsep-konsep matematika dalam persoalan-persolan sains maupun persoalan sehari-hari. Salah satu model pembelajaran yang dipandang sesuai untuk mencapai kompetensi ini adalah ”Model Pembelajaran Matematika-Sains Terpadu Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif”. Model ini berpotensi mengembangkan meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir divergen, dan pengembangan pemecahan masalah (Suma, 2006). Pembelajaran sains dengan pendekatan terpadu dengan mata pelajaran lainnya (integrated approach) mempunyai beberapa keuntungan. Pertama,  sains akan menjadi body of knowledge yang  lebih koheren, bukan merupakan  kumpulan fakta yang tak saling berhubungan (Keig, dalam Peters & Gega, 2002). Kedua, pendekatan ini secara intrinsik bersifat kooperatif (Post, et al, dalam Peter & Gega, 2002). Siswa yang terlibat dalam pembelajaran dengan pendekatan terpadu akan bekerja dalam kelompok kooperatif yang dapat meningkatkan interaksi antar siswa. Interaksi ini berpotensi untuk melibatkan siswa dalam mengklarifikasi, mempertahankan, mengelaborasi, dan mengevaluasi argumen (Tobin, Trippin, & Gallard, 1994). Ketiga, metode ini merupakan aplikasi langsung teori multiple intelegensi. Karena karakteristik peserta didik  (kognitif, afektif, dan psikomotorik) pada umumnya berbeda-beda, maka penerapan kurikulum yang terintegrasi adalah sangat penting terutama dalam  mengembangkan  berbagai pendekatan  belajar yang memperhatikan perbedaan karakteristik individual tersebut. Keempat, pendekatan terpadu akan mendorong siswa untuk menggunakan berbagai gaya,dan  sumber belajar.
Setiap model pembelajaran yang diterapkan pada sains haruslah dapat mensinergikan pengetahuan ilmiah, keterampilan proses, dan sikap ilmiah. Siswa akan menghargai matematika dan sains apabila  mereka  merasa senang belajar matematika dan  sains dalam konteks yang menarik. Keterpaduan antara matematika dan sains, serta  bahasa dan ilmu sosial lainnya yang diwujudkan dengan pemilihan kegiatan yang kontekstual yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan siswa akan mendorong sikap positif siswa terhadap sains dan disiplin ilmu lainnya (Peter & Gega, 2002).
            Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pada pemecahan masalah open-ended argumentatif dalam hal meningkatkan penguasaan konsep, berpikir divergen, dan pengembangan kemampuan memecahkan masalah.

2. Metode Penelitian
Penelitian kedua ini merupakan penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan  pre-test post-test non-equivalen control group design yang digambarkan dengan

            O1        X         O2
            O1         -         O2                       (dimodifikasi dari Borg & Gall, 1983)

Dengan X adalah perlakuan eksperimen yang dalam hal ini adalah model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif yang dikenakan pada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran reguler yang umumnya berbentuk pembelajaran ekspositori yang dilengkapi dengan latihan soal yang biasanya bersifat tertutup. O menyatakan pre-test dan post-test variabel terikat. Yang merupakan variabel terikat dalam hal ini adalah peguasaan konsep-konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Ancaman validitas internal rancangan ini adalah kemungkinan bahwa perbedaan pada post-test disebabkan oleh perbedaan kemampuan awal dalam hal penguasaan konsep dan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang disebabkan oleh perbedaan awal di antara kedua kelompok, salah satunya perbedaan kemampuan awal siswa tentang konsep-konsep dan keterampilan berpikr tingkat tinggi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan awal siswa sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Untuk mengontrol ancaman validitas yan disebabkan oleh pengetahua awal siswa data yang dianalisis adalah gain score ternormalisasi (g) yang dirumuskan dengan

                                             (Savinaenan & Scott, 2002)

Penelitian ini melibatkan 6 (enam) orang guru matematika SMP kelas VIII dan 220  siswa kelas eksperimen dan 215 siswa kelas kontrol yang berasal dari enam sekolah, yaitu SMP Negeri 1 Singaraja, SMP Negeri 2 Tabanan, SMP Negeri 2 Denpasar, SMP Negeri 1 Gianyar, SMP Negeri 1 Bangli, dan SMP Negeri 5 Amlapura.
Efektivitas model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pada pemecahan masalah open-ended argumentatif dalam hal meningkatkan penguasaan konsep dan keteramplan berpikir divergen dilihat dari keunggulan komparatif model ini terhadap model reguler. Untuk menguji perbedaan rata-rata gain score (g) dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, digunakan teknik uji t. Uji t juga digunakan untuk menguj perbedaan skor pemecahan masalah siswa. Di samping menguji keunggulan komparatif model, efektivitas model pembelajaran juga diukur dengan kriteria nilai g, yaitu :



g > 0,7               efektivitas tinggi
0,3 < g < 0,7      efektivitas sedang
g< 0,3              efektivitas rendah.        (Savinaenan & Scott, 2002)
           
3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata gain skor ternormalisasi g penguasaan konsep siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif adalah 0,63 dengan SD = 0,12. Sesuai dengan kriteria efektivitas pembejaran nilai rata-rata ini menunjukkan bahwa efektivitas pembelajaran termasuk dalam kategori sedang. Namun jika dilihat perindividu, terdapat 37% dari 220 orang siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika dan sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif mencapai peningkatan penguasaan konsep dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh nilai g>0,7. Sisanya 63% siswa mencapai peningkatan penguasaan konsep-konsep dalam kategori sedang yang ditunjukkan oleh nilai g antara 0,3 s/d 0,7.  Untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran reguler, gain skor rata-rata penguasaan konsep adalah 0,38 dengan SD=0,14. Sementara itu, hanya  3,7% dari 215 orang siswa kelas kontrol yang mencapai peningkatan penguasaan konsep dalam kategori tinggi dengan nilai g>0,7. Jika dilihat per individu hanya 3,7% siswa mencapai peningkatan penguasaan konsep dalam kategori tinggi, 64% siswa mencapai peningkatan penguasaan konsep dalam kategori sedang, dan 32,1% siswa mencapai peningkatan penguasaan konsep dalam kategori rendah.
            Terlihat bahwa, secara umum pencapaian peningkatan penguasaan konsep, siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika dan sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif cenderung lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran reguler. Hal ini dapat dijelaskan karena pada model pembelajaran matematika dan sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif, siswa diberi kesempatan untuk mengidentifikasi terlebih dahulu konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang akan digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapkan padanya. Sebaliknya pada pembelajaran reguler siswa lebih sering mencocokan rumus-rumus dengan masalah yang dihadapi melalui metode trial and error. Keterpaduan antara matematika dan sains, serta  bahasa dan ilmu sosial lainnya yang diwujudkan dengan pemilihan kegiatan yang kontekstual yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan siswa akan mendorong sikap positif siswa terhadap sains dan disiplin ilmu lainnya (Peter & Gega, 2002). Konteks akan memberikan makna pada konten (Johnson, 2002). Jika pembelajaran berlangsung secara bermakna maka konsep-konsep dan prinsip-prinsip penting lebih mudah diingat.
Untuk keterampilan berpikir divergen, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum peningkatan kemampuan berpikir divergen siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif termasuk dalam kategori sedang yang ditunjukkan oleh rata-rata nilai g= 0,61. Namun, jika dilihat secara individual  terdapat 29,8% siswa yang mencapai peningkatan kemampuan berpikir divergen dalam kategori tinggi yang ditunjukkan oleh nilai g>0,7, dan 70,2 % siswa yang mencapai peningkatan kemampuan berpikir divergen dalam kategori sedang. Sementara itu untuk siswa yang diajar dengan model reguler, hanya 0,4% siswa yang mencapai peningkatan kemampuan berpikir divergen dalam kategori tinggi, 27,9% siswa mencapai peningkatan kemampuan berpikir divergen dalam kategori sedang, dan 71,6% siswa mencapai peningkatan kemampuan berpikir divergen dalam ketegori rendah. Tampak jelas bahwa siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif cenderung mengalami peningkatan kemampuan berpikir divergen lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model reguler.
Untuk kinerja pemecahan masalah, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum kinerja pemecahan masalah siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif termasuk dalam kategori  baik yang ditunjukkan oleh rata-rata skor kinerja pemecahan masalah adalah 13,93, sedangkan rata-rata skor siswa yang diajar dengan model reguler adalah 10,71. Namun,  secara individual  terdapat 28% siswa yang mencapai skor dalam kategori sangat baik, 51,4% dalam kategori baik, 23,6% dalam kategori sedang, 9,1% dalam kategori kurang dan 3,2 % dalam kategori sangat kurang.  Sementara itu, untuk siswa yang diajar dengan model reguler, hanya 0,4% siswa yang mencapai skor dalam  kategori sangat baik, 11,2% siswa mencapai skor dalam kategori baik, 40,5% dalam kategori sedang, 28,4% dalam kategori kurang dan 19,5% dalam kategori sangat kurang.
Uji t menunjukkan bahwa rata-rata gain skor penguasaan konsep,  kemampuan berpikir divergen, dan rata-rata skor pemecahan masalah antara siswa yang diajar dengan model  pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif dan siswa yang diajar dengan model reguler berbeda secara signifikan pada taraf signifikan 5%. Rata-rata gain skor penguasaan konsep dan berpikir divergen serta rata-rata skor pemecahana masalah siswa yang diajar dengan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan model reguler. Ini menujukkan bahwa model dan sistem asesmen pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif lebih efektif dari model reguler baik dalam meningkatkan penguasaan konsep-konsep, kemampuan berpikir divergen, dan kinerja pemecahan masalah.
Keunggulan dari model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif dari pembelajaran reguler karena pendekatan pemecahan masalah open ended argumentatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk  mencapai kompetensi-kompetensi kunci, seperti kompentensi memecahkan masalah (problem posing and problem solving), beragumentasi dan berkomunikasi (reasoning and communication), bernalar dan berfikir divergen dalam mengkonstruksi (construction), mencoba-salah (trial and error), memprediksi (prediction), dan mengeneralisai (generalization).
Dalam penerapan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif, siswa dilatih untuk memecahkan masalah dengan berbagai macam solusi, dengan demikian siswa dilatih untuk berpikir divergen. Sementara itu, dalam pembelajaran reguler siswa biasanya diajar dengan pendekatan ekspositori dilengkapi dengan pemecahan masalah yang sifatnya lebih banyak tertutup. Permasalahan yang diberikan pada model dan sistem asesmen pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif bersifat terbuka dan kontekstual dengan demikian siswa merasakan makna dari konsep-konsep matematika yang dipelajari dalam konteks tertentu. Sedangkan dalam pembelajaran reguler, soal-soal yang dipecahkan siswa lebih bersifat akademik tanpa banyak dikaitkan dengan konteks mata pelajaran lainnya atau kehidupan sehari-hari siswa.  Keterpaduan antara matematika dan sains, serta  bahasa dan ilmu sosial lainnya yang diwujudkan dengan pemilihan kegiatan yang kontekstual yang berkaitan dengan masalah-masalah yang dekat dengan kehidupan siswa akan mendorong sikap positif siswa terhadap sains dan disiplin ilmu lainnya (Peter & Gega, 2002).
            Keunggulan komparatif model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif terhadap model pembelajaran reguler tampaknya didukung oleh beberapa hasil penelitian senada. Penelitian Sudiarta di Sekolah Dasar Elisabeth Schule Osnabrueck Jerman (1999-2003), menunjukkan  bahwa pendekatan open ended problem dalam pembelajaran matematika dapat menstimulasi kreativitas berfikir siswa terutama dalam membangun dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. Penelitian yang dilakukan oleh Suma dan Mariawan (2003) menujukkan bahwa  strategi pemecahan masalah kuantitatif dan kualitatif dengan realistic world problem memberikan dampak positif terhadap pemguasaan konsep dan prinsip kinematika dan dinamika. Penerapan langkah-langkah pemecahan masalah secara sistematis dapat meningkatkan penguasaan konsep-konsep dan keterampilan pemecahan masalah yang meliputi menganalisis masalah, merencanakan solusi, mengerjakan penyelesaian, dan mencek serta mengevaluasi hasilnya. Penggunaan realistic world problem yang bersifat open-ended telah mendorong terjadinya perubahan belajar mahasiswa dari menghafal rumus-rumus, menjadi belajar memahami konsep dan prinsip-prinsip dan menerapkan konsep serta prinsip itu dalam konteks yang tepat. Suma (2004) juga  menunjukkan bahwa penguasaan konsep dan keterampilan kerja ilmiah mahasiswa yang memperoleh eksperimen terbuka lebih baik dari pada yang memperoleh eksperimen terbuka terbimbing, dan lebih baik dari yang memperoleh eksperimen tradisional.
4. Penutup
Model Pembelajaran Matematika-Sains Terpadu Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif merupakan sebuah model pembebelajaran yang memenuhi kelayakan sebuah model pembelajaran matematika di SMP. Model ini memiliki keunggulan komparatif dalam hal meningkatkan penguasaan konsep siswa,kemampuan berpikir divergen, dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah dibandingkan dengan model pembelajaran reguler. Peningkatan penguasaan konsep, kemampuan berpikir divergen, dan pengembangan pemecahan masalah pemecahan masalah siswa yang diajar dengan Model dan Sistem Asesmen Pembelajaran Matematika-Sains Terpadu Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif lebih baik dari pada siswa yang diajar dengan model pembelajaran reguler.
Bertolak dari hasil penelitan ini dapat disarankan hal-hal sebagai berikut.  Pertama, para guru matematika di SMP disarankan menerapkan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif untuk membuat pembelajaran matematika lebih bermakna dan sekaligus meningkatkan penguasaan konsep-konsep, kemampuan berpikir divergen, dan kinerja pemecahan masalah. Untuk itu, guru matematika dapat berkolaborasi dengan guru sains. Kolaborasi ini selain meningkatkan kebermaknaan pembelajaran matematika, juga memberikan kesempatan bagi guru matematika dan sains untuk menambah wawasannya pada masing-masing bidang itu karena memang keterkaitan kedua mata pelajaran itu sangat erat.  Kedua, untuk dapat menerapkan model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif ini dengan baik, disarankan agar guru matematika memiliki pengetahuan tentang sains, atau pembelajaran dilakukan dengan team teaching. Ketiga, bertolak dari keunggulan komparatif model pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif terhadap model reguler dalam meningkatkan penguasaan konsep, berpikir divergen, dan pengembangan kemampuan pemecahan masalah, disarankan agar  guru-guru matematika membiasakan siswa menghadapi masalah matematika-sains terpadu yang sifatnya open-ended, masalah-masalah itu dapat dikembangkan dari topik-topik matematika-sains yang memiliki keterkaitan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Borg, W.R & Gall, M.D. 1983. Educational Research. An Introduction. New York: Longman.
Peters, J.M, & Gega P.C. 2002. Science in Elementary Education. 9th. New Jersey: Merrill Prentice Hall.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press.
Rutherford, F. dan Andrew Ahlgren. 1990. Sience for All Anericans. Oxford : Univesity Press.
Savinainen, A & Scott, P. 2002. The Force Concept Inventory. A Tool for Monitoring Student Learning. Physics Education. 37 (1), 45-52.
Suma, K. & Mariawan, I.M. 2003. Penerapan Strategi  Pemecahan Masalah Kuantitatif dan Kualitatif Secara Sistematis Pada Pembelajaran Fisika Dasar untuk meningkatkan Hasil Belajar dan Keteramplan Memecahkan Masalah. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Suma, K. 2004. Studi Komparatif Tiga Model Eksperimen terhadap Penguasaan Konsep-Konsep dan Keterampilan Laboratorium Mahasiswa Calon Guru. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Sudiarta, P. 2003c. Pembangunan Konsep Matematika Melalui  "Open-Ended Problem" : Studi Kasus Pada Sekolah Dasar Elisabeth  Osnabrueck Jerman, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, IKIP Negeri  Singaraja: Edisi Oktober 2003.
   Sudiarta, P.dkk. 2005. Pengembangan dan Implementasi Pembelajaran Matematika Berorientasi Pemecahan Masalah Kontekstual Open-Ended. Laporan Penelitian. Tidak dipublikasikan.
Tobin, K, Tippin, D, & Gallard. 1994. Research on Instructional Strategies for Teaching Science. In D Gabel (Ed), Hanbook of Research on Science teaching and Learning (pp 43-93). New York: Macmillan.

1 komentar:

  1. Penalaran dan komunikasi merupakan dua kemampuan umum yang sangat dekat. Kemampuan penalaran dan komunikasi matematika sangatlah diperlukan dalam mata pelajaran matematika karena orang yang memiliki kemampuan penalaran yang tinggi serta mampu mengomunikasikan ide atau gagasan matematikanya dengan baik cenderung mempunyai pemahaman yang baik terhadap konsep yang dipelajari serta mampu memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari.
    Untuk membuat pembelajaran matematika lebih bermakna bagi siswa, maka pengintegrasian mata pelajaran matematika dengan mata pelajaran yang lain merupakan hal yang sangat penting. Salah satunya adalah dengan mengembangkan pembelajaran matematika dan sains terpadu. Model Pembelajaran Matematika-Sains Terpadu Berorientasi Pemecahan Masalah Open-Ended Argumentatif berpotensi mengembangkan meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan berpikir divergen, dan pengembangan pemecahan masalah.
    Permasalahan yang diberikan pada model dan sistem asesmen pembelajaran matematika-sains terpadu berorientasi pemecahan masalah open-ended argumentatif bersifat terbuka dan kontekstual dengan demikian siswa merasakan makna dari konsep-konsep matematika yang dipelajari dalam konteks tertentu. Sedangkan dalam pembelajaran reguler, soal-soal yang dipecahkan siswa lebih bersifat akademik tanpa banyak dikaitkan dengan konteks mata pelajaran lainnya atau kehidupan sehari-hari siswa

    BalasHapus